Sky Rider

Sky Rider
apa kau siap untuk berpetualang?

5 Jan 2013

Chapter 3 : Crybaby


Berlatarkan langit pagi yang cerah dan suara dari gesekan bunga-bunga dandelion dan rerumputan yang diterpa angin, di bawah pohon woodstrong yang rindang Alex dan Altheria berbaring terlentang menatap langit biru yang terhalang cabang-cabang pohon woodstrong yang ada di padang bunga kuning itu. Mereka berbaring saling bersebelahan di bawah rindangnya pohon woodstrong tempat Alex dulu biasa bersantai bersama Wallace. Sepasang burung cootlung yang hinggap dan bertengger di pohon itu berkicau merdu mengiringi kedamaian di pagi yang hangat itu. Kehadiran Altheria seakan membuat suasana ini menjadi sempurna hingga membuat Alex merasa lebih nyaman dan bahagia. Beberapa minggu terakhir ini, Alex merasakan kebahagiaan yang sudah lama tidak ia rasakan semenjak Wallace pergi. Sejak Altheria 'mencium' dahi Alex, hubungan keduanya menjadi semakin dekat, tak peduli kapan dan dimanapun keduanya selalu terlihat akrab. Altheria belajar banyak banyak hal dari Alex, mulai dari bagaimana cara menangkap serangga, menangkap burung Berflow yang sedang mendarat untuk memakan rumput, memancing flofish-flofish kecil, bahkan Alex mengajarkan Altheria untuk bermain pedang dengan menggunakan pedang kayu. Alex berharap hari-hari yang damai dan indah ini tak pernah berakhir.

"Hey...." ujar Altheria yang masih berbaring menatap langit. "kini aku mengerti kenapa kau suka menatap langit..."
"kau mengerti?" Alex menolehkan wajah ke arahnya. Tubuhnya masih berbaring nyaman terlentang dengan kedua tangan menahan bagian belakang kepalanya.
"ya, aku mengerti Alex, saat kau melihat langit.... kau merasa bahwa kau ingin kesana... terbang bebas seperti monfrey atau makhluk lainnya, merasakan setiap hembusan angin, terbang menuju kebebasan, menuju alam yang tak terbatas tanpa ada yang mengekangmu..." Altheria memejamkan mata sejenak "seperti itu kan langit yang kau lihat?" Altheria pun menolehkan wajah ke arah Alex. Ia tersenyum melihat Alex yang terbelalak mendengar kata-kata darinya. Wajah Alex tampak merona merah; tubuhnya merinding; ia merasa jantungnya berdebar sangat kencang saat mendengar Altheria bertutur persis dengan apa yang sedang ia pikirkan.
"ba...bagaimana kau bisa tahu tentang itu semua?" Alex mengucapkannya dengan berat dan agak terbata-bata.
"Aku tahu itu semua dari matamu" Altheria kembali menatap langit sejenak sebelum menatap Alex kembali.
"mataku?"
"ya, ketika kau melihat keatas, ke langit yang tampak tak terbatas, matamu mengatakan segalanya" ucap Atheria dengan senyuman manis.
Alex merasakan jantungnya berdegup semakin kencang; ia  memalingkan wajahnya, kembali menatap langit dengan wajah yang semakin merona merah.
"hey, Alex..." Altheria pun bangkit, ia duduk di sebelah Alex yang masih berbaring. Dengan wajah yang masih merona merah, Alex memandang gadis manis itu.
"aku sangat bahagia bisa bertemu denganmu" Ia tersenyum lagi ke arah Alex. Senyuman manis yang selalu membuat Alex terpana. Alex tak mampu berucap sepatah kata pun. Saat ini ia merasa menjadi orang paling bahagia di seluruh jagat Sky Realm. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam bermain di padang bunga itu. Tak terasa waktu berjalan lebih cepat jika seseorang sedang bahagia. Tak terasa matahari sudah berada pada puncaknya ketika mereka mulai merasa lelah, mereka pun beristirahat di tengah sinar matahari yang terik. Mereka kembali duduk santai di bawah rindangnya pohon woodstrong.
Saat Alex mencoba untuk membuka mulutnya yang terasa berat, tiba-tiba terdengar suara langkah-langkah kaki kuda yang berderap di kejauhan dari jalan setapak arah menuju pelabuhan Kraetern. Alex dan Altheria berdiri lalu berbalik, kemudian mereka berdua berjalan ke arah jalan setapak yang tak jauh dari pohon woodstrong. Kereta kuda beratap tertutup yang ditarik oleh dua kuda itu pun mendadak berhenti ketika berada di dekat Alex dan Altheria yang berdiri sambil melihat keheranan ke arah kereta kuda itu.
Seseorang membuka pintu dan keluar dari kereta itu. Badannya tinggi dan kekar; kepalanya botak, di wajahnya terlihat kegembiraan karena suatu hal
"no...nona Altheria.....?!?!" orang itu terkejut melihat Altheria. Ia membungkuk di depan Altheria.
"Gorrad...?!?" Altheria pun terkejut melihat pengawal pribadinya itu datang secara tiba-tiba.
"nona Altheria... kumohon pulanglah... pulanglah ke istana... raja dan ratu sangat mengkhawatirkanmu nona..." Alex terkejut mendengar kata-kata dari orang tinggi besar ini. Istana? raja? ratu? apa maksud dari semua ini? pikirnya.
"aku tahu kau bosan dengan kehidupan istana nona, keadaan negeri saat ini sedang kacau balau dengan pemberitaan hilangnya dirimu nona... raja dan ratu saat ini sedang..."
"aku tahu Gorrad... aku mengerti...." Altheria menghela nafas sejenak. "aku harus pulang, negeri ini membutuhkanku..." ia memejamkan matanya lalu menoleh ke arah Alex yang terbelalak mendengar segala sesuatu yang baru saja ia dengar.
"Altheria.... ja...jadi.... kau... pu...putri mahkota negeri ini...?" Alex berkata dengan terbata-bata. ia tak percaya gadis manis yang selama ini menemaninya ternyata seorang keturunan asli pendiri kerajaan Novaron. Ia perlahan mundur ke belakang, tubuhnya gemetar hebat; tak pernah terbesit sedikit pun di benaknya, bahwa Altheria adalah orang yang sangat penting di negeri ini. Melihat Alex yang gemetaran, Altheria berusaha untuk menenangkannya.
"Alex..." Altheria perlahan mendekati Alex yang mundur perlahan menjauhi dirinya.
"ka...kau.... putri mahkota negeri ini...?"
"Ma..maafkan aku Alex, a...aku.... tak bermaksud untuk menyembunyikan identitasku padamu.... hanya saja...." belum selesai Altheria bicara, Alex tiba-tiba berbalik dan lari menuju rumahnya dengan kepala tertunduk.
"Alex! dengarkan aku!" Altheria mengejarnya ia berlari mengikuti Alex yang tak menoleh sedikit pun.
"nona Altheria!" Gorrad pun berlari mengikuti Altheria.
Rumah terlihat sepi, George sedang bekerja di basement, sementara Rose sedang pergi ke rumah tetangga.
Sesampainya di rumah, Alex langsung naik ke lantai atas, berlarian di tangga hingga masuk ke kamarnya dan mengunci pintu kamarnya. Ia duduk, melipat lututnya di lantai dan bersandar membelakangi pintu kamar. Altheria yang berusaha mengejarnya terdiam di depan pintu kamarnya, ia pun membalikan badannya, bersandar di pintu itu, lalu terduduk membelakangi pintu seperti yang dilakukan Alex di dalam kamar, wajahnya pun tertunduk. Mereka saling membelakangi satu sama lain dengan pintu kamar Alex sebagai batas diantara mereka. Sementara Gorrad berdiri terdiam memperhatikan Altheria yang duduk dan menundukan wajahnya di kedua lututnya.
George yang sedang bekerja di basement pun menaiki tangga ke lantai atas mendengar teriakan Altheria
"apa yang terjadi disini...?" kata-kata George terhenti ketika melihat Gorrad yang juga melihat ke arahnya.
"Gorrad..."
"George..."
"ikut aku ke ruang makan kawan lama, lebih baik kita berbincang tanpa kehadiran anak-anak"
"tapi George, apa kau tidak lihat keadaan mereka sekarang? lihatlah mereka..." belum selesai Gorrad berbicara, George sudah memotongnya.
"mereka berdua bisa mengatasi semua masalah mereka, termasuk hal ini"
"kenapa kau bisa begitu yakin?"
"karena aku percaya mereka... apa kau juga percaya?"
Gorrad sekali lagi melihat Altheria yang masih duduk tertunduk.
"baiklah, mari kita berbincang dibawah"
di siang yang terik, kedua pria paruh baya itu duduk diantara meja makan kayu tua di ruang makan, mereka pun berbincang membicarakan banyak hal.
"Kepala botakmu itu dari dulu tak pernah berubah ya? hahaha... sebentar lagi Rose akan pulang dari pasar, jika kau kelaparan jangan khawatir, makan siang tak lama lagi akan tersedia, hahaha..." George tertawa kecil. Tapi Gorrad tak tersenyum sedikitpun.
"ngomong-ngomong George, apakah anak laki-laki yang sedang bermain bersama nona Altheria itu... anakmu?"
"ya, dia anakku yang kedua, anakku yang pertama sedang bekerja di Azalea" balas George dengan senyuman.
"aku tidak menyangka George Henry... seorang pandai besi legendaris, salah satu pandai besi terbaik yang pernah dimiliki oleh negeri Novaron sekarang tinggal di sebuah rumah tua di tengah-tengah desa kecil di pulau yang terpencil!" George hanya terdiam mendengar kawan lamanya yang terus mengoceh, Gorrad menghela nafas sejenak lalu melanjutkan ocehannya "George, seseorang yang hebat sepertimu seharusnya hidup dengan layak"
"aku yang sekarang mungkin hidup dengan apa yang orang-orang sebut dengan kemiskinan, tapi dibalik itu semua aku yang sekarang hidup jauh diatas kata layak, aku yang sekarang merasakan hidup bahagia..." Gorrad tercengang mendengar kata-kata itu.
"apa karena wanita itu? wanita bernama Rose itu yang membuatmu mengorbankan jabatanmu sebagai pandai besi kerajaan Novaron hingga kau kini berakhir menjadi seseorang yang hanya membetulkan perkakas pertanian?" Gorrad berkata dengan nada agak tinggi,ia mengerutkan kedua alis matanya.
"kau benar, mungkin aku hanyalah orang bodoh yang meninggalkan jabatan dan juga gelarku sebagai bangsawan negeri ini hanya karena seorang perempuan miskin yang tak memiliki apa-apa..." George tertunduk sejenak lalu kembali menatap tajam Gorrad "tapi... seperti yang kukatakan sebelumnya, kawanku... aku merasakan kebahagiaan, aku sama sekali tak kecewa ataupun menyesal... aku bahagia karenanya, aku tidak menyesali apapun, aku sangat mencintainya dan juga anak-anakku" George tersenyum pada Gorrad "kau sendiri bagaimana Gorrad? apa kau sendiri bahagia dengan meninggalkan anak dan istrimu di negeri Rabastion demi jabatanmu sebagai ketua dari pasukan elit skyrider negeri Novaron?"
"diamlah! itu bukan urusanmu! lagipula aku sudah pensiun dari jabatan itu, kini tugasku adalah mengawal dan menjaga putri mahkota, selama beberapa minggu terakhir aku mencarinya hingga ke seluruh pulau, aku mungkin akan dihukum dengan hukuman yang sangat berat jika aku kembali tanpa nona Altheria, maka dari itu aku tidak berani kembali ke istana kerajaan sebelum menemukannya"
"jadi sekarang kau bekerja sebagai pengawas anak-anak?" sindir George. Gorrad tersinggung dengan sindiran itu.
"setidaknya aku masih menjadi seorang skyrider George, tidak sepertimu..." George terdiam mendengar kata-kata itu.
"hey Gorrad, bagaimana kalau kita ke halaman belakang rumah untuk mengenang masa-masa muda kita?" ajak George sambil berusaha mengalihkan pembicaraan "aku penasaran, apakah kau masih layak disebut sebagai sang 'legenda tombak Novaron?' aku benar-benar ingin mengetahuinya"
"aku tahu apa yang kau maksud George, jika itu pertarungan melawanmu, aku tidak akan pernah bisa menolak" Gorrad tersenyum mendengar ajakan teman lamanya itu.

Kedua pria paruh baya itu lupa waktu ketika sedang berlatih tanding. Sementara di dalam rumah Alex dan Altheria masih duduk saling membelakangi dibalik pintu kamar Alex. Altheria yang sedari tadi siang meminta maaf dan membujuk Alex tak juga berhasil membuat Alex keluar kamar. Begitu juga dengan Rose yang terus berteriak memaki-maki Alex karena tidak mau keluar kamar. Ia marah pada George yang malah berlatih tanding dengan Gorrad bukannya membantu menyelesaikan masalah kedua anak itu. Altheria tak berkata apa-apa lagi, ia berdiri lalu berbalik menghadap ke arah pintu kamar, wajahnya masih tertunduk. Tiba-tiba air mata berlinang dari kedua matanya dan mengalir deras di kedua pipinya.
"A...Alex.... mma....ma....maafkan aku....." ia berkata sambil terisak. Mendengar tangisan Altheria, Alex tak kuasa untuk mendengarnya, ia pun bangkit dari duduknya, ia berdiri menghadap pintu, dan perlahan membuka pintu kamarnya. Ia terkejut melihat Altheria yang menangis di depannya. Ini pertama kalinya Alex melihat gadis itu berlinang air mata, Altheria yang biasanya tersenyum manis di setiap harinya, kini menangis tepat di hadapan wajahnya. Kenapa ia menangis hanya untuk seseorang sepertiku? pikirnya. Alex mengangkat wajah Altheria yang tertunduk dengan kedua tangannya, lalu menghapus air mata Altheria yang yang membanjiri kedua pipinya dengan jemarinya.
"Altheria..." baru saja akan bicara tiba-tiba Altheria membenamkan diri ke tubuh Alex. Ia memeluk erat Alex dengan melingkarkan kedua tangannya ke belakang tubuh Alex, wajah Altheria membenam di bahunya. Alex hanya terdiam, ia terhenyak dengan pelukan Altheria yang tiba-tiba ini. Altheria menangis sejadi-jadinya. Alex tak begitu mengerti mengapa Altheria menangis, ia lebih tidak mengerti mengapa Altheria tiba-tiba memeluknya. Ia hanya terdiam hingga salah satu tangan memeluk tubuh Altheria dan tangan yang satunya membelai dan mengelus rambut Altheria yang indah seperti dandelion itu. Alex pun memejamkan matanya dalam pelukan Altheria.

tak tahan dengan teriakan dari istrinya yang terus memaki-maki dirinya karena membiarkan Alex dan Altheria yang sedang bermasalah, akhirnya George pun berhenti berlatih tanding dengan Gorrad dan menuruti Rose untuk menenangkan Alex. George, Rose dan Gorrad pun bergegas ke lantai atas menuju kamar Alex. Namun mereka bertiga terkejut ketika yang mereka lihat adalah Alex dan Altheria yang saling berpelukan seperti tak mau dipisahkan. Alex dan Altheria bahkan tak menyadari kehadiran mereka. George menoleh kepada Gorrad dan Rose lalu berkata dengan nada yang sangat pelan pada mereka.
"sudah kubilang kan? mereka bisa mengatasi masalah mereka... aku percaya mereka..." George tersenyum melihat kedua anak itu berpelukan. Gorrad tercengang tak percaya dengan apa yang ia lihat. Ini pertama kalinya ia melihat Altheria menangis dan memeluk orang lain selain kedua orangtuanya. ia selalu melihat Altheria yang selalu tersenyum ceria didepan siapa pun. Maka dari itu para penghuni istana sangat menyayanginya. Namun apa yang ia lihat benar-benar membuatnya terkejut. Gorrad pun berpikir keras siapa gerangan bocah laki-laki yang membuat Altheria menjadi seperti ini?
"ehem..." George berdehem keras, Alex dan Altheria yang terhenyak membuka kedua mata mereka lalu dengan sigap melepaskan pelukan mereka. Wajah mereka berdua merona merah.
"ka... kami.... hanya...." Alex berkata gugup sementara Altheria masih menundukan wajahnya karena malu.
"sudahlah kalian berdua pasti lapar, ayo kita kebawah Rose akan menyiapkan makanan untuk kita semua" ajak George. Mereka berdua mengangguk pelan.

***

Langit berubah jingga pertanda hari sudah sore menjelang senja. Rose kembali keluar rumah untuk berbincang-bincang bersama ibu-ibu tetangga, George dan Gorrad duduk di teras rumah menghisap tembakau khas negeri Novaron sambil berbincang di teras rumah.
"hey Gorrad..." George membuka pembicaraan sambil mengepulkan asap pipa tembakau dari mulutnya.
"apa?"
"maksud tujuanmu kesini untuk membawa dia kembali ke istana kan?"
"iya tentu saja, memangnya apa lagi?"
"apa kau yakin kau bisa mengajak dia pulang?" George tersenyum.
"jujur... aku sendiri tidak yakin George, ia terlihat bahagia bisa berada disini" ia kembali menghisap tembakaunya lalu melanjutkan penuturannya "aku tidak tahu mengapa tapi tampaknya nona Altheria terlihat bahagia bersama anakmu itu" pandangan Gorrad menerawang ke atas.
"tapi kau harus membawanya pulang kan?"
"iya, tentu saja, itu sudah kewajibanku"
"kalau begitu bagaimana caranya?"
"aku tidak tahu..."

Ketika kedua lelaki peruh baya itu mengobrol di teras rumah, seperti biasa Alex duduk menghadap matahari terbenam di padang bunga dandelion di bawah pohon woodstrong di sebelahnya ada Altheria yang juga duduk memandangi matahari terbenam. Kepalanya bersandar di bahu Alex.
"Alex..."
"hmm???"
"apa kau ingat? pertama kali kita bertemu adalah di saat seperti ini, di tempat ini, matahari terbenam di padang bunga dandelion yang indah ini"
"iya, tentu saja aku ingat, bagaimana mungkin aku bisa melupakannya" mendengar kata-kata dari Alex itu membuat wajah Altheria merona merah. Suasana mendadak hening hingga Alex kembali membuka suara.
"aku sama sekali tak menyangka kalau kau adalah putri mahkota kerajaan, maafkan aku Altheria, tadi aku sempat terkejut akan hal itu, seorang anak miskin sepertiku bisa bersama dengan seseorang yang sangat penting bagi negeri ini adalah hal yang menurutku aneh" Alex terdiam sejenak "tapi... setelah kau memeluku aku tersadar..." Altheria mengangkat kepalanya yang sedari tadi bersandar di bahu Alex, ia menoleh dan menatap tajam Alex "aku tersadar, tak peduli siapapun dirimu kau tetaplah kau Altheria, seseorang yang membuatku bahagia" Alex mengalihkan pandangannya dari matahari yang terbenam. Ia menoleh ke arah Altheria dan tersenyum ke arahnya. Wajah Altheria semakin memerah lalu ia menundukan wajahnya lagi.
"Alex... maafkan aku... aku harus...." kata-kata Altheria begitu pelan hingga Alex hampir tak bisa mendengarnya.
"aku tahu Altheria, aku mengerti" Ia kembali memandangi langit sore "kau harus pulang kan? kau adalah orang yang sangat penting bagi negeri ini, keadaan akan semakin buruk jika yang mulia raja dan ratu kehilangan dirimu, akan menjadi masalah yang besar bagi negeri ini jika kau tidak segera kembali ke istana"
"ta... tapi Alex..." ucapannya terbata-bata dengan wajah yang masih tertunduk.
"Altheria..." sambil tersenyum Alex mengelus dan membelai rambut Altheria "pulanglah ke istana, pulanglah ke rumahmu, orangtuamu pasti mengkhawatirkanmu" Altheria tak menjawab sepatah kata pun, ia hanya membenamkan wajahnya di bahu Alex, air matanya perlahan mengalir sementara salah satu tangan Alex  masih membelai rambut Altheria.

***

keesokan paginya, sebuah kereta kuda yang kemarin mengantar Gorrad ke tempat ini sudah bersiap di jalan setapak di depan rumah. Gorrad sudah berdiri di depan pintu kereta itu dan membuka pintu tersebut untuk Altheria.
"apa kau sudah siap nona?" tanya Gorrad sambil membuka pintu kereta. Altheria hanya menjawabnya dengan anggukan pelan lalu ia mengankat wajahnya menatap Gorrad tajam.
"bisakah kau tunggu beberapa saat lagi Gorrad?"
"tentu saja nona, aku mengerti maksudmu, hampirilah dia sebelum kita pergi" kata Gorrad sambil tersenyum. Altheria pun ikut tersenyum lalu ia berbalik dan berlari-lari kecil ke arah Alex dan kedua orang tuanya yang sedang berdiri di muka rumah. Ketika Alex sudah berada di hadapannya, kedua tangan mereka saling berpegangan dengan erat. Mereka berdua dan juga kedua orang tua Alex ikut tersenyum.
"hati-hatilah, jaga dirimu Altheria... suatu saat kau akan jadi putri yang hebat..." ucap Rose ramah.
"kami akan merindukanmu Altheria..." ucap George.
"Altheria..."
"Alex..." mereka berdua berkata di waktu yang hampir bersamaan. Wajah mereka lalu tertunduk karena malu.
"kau duluan Altheria..." Altheria pun mengangguk pelan.
"Alex... selamat tinggal..." ia mengangkat wajahnya, tersenyum sambil menatap tajam mata Alex.
"kau bodoh" jawab Alex yang juga tersenyum. Altheria terhenyak mendengarnya, kedua alis matanya mengerut.
"apa maksudmu?!?" Altheria melepaskan genggaman tangannya, ia cemberut.
"tidak ada kata selamat tinggal untuk kita... yang ada adalah kata 'sampai jumpa'..." Alex mengelus rambut kuning itu lagi. Altheria menundukan kembali wajahnya, lagi-lagi air mata perlahan keluar dari kedua matanya. kedua tangannya berusaha mengusapnya
"kau anak yang cengeng..." Alex tertawa kecil sambil membantu mengusap air mata Altheria.
"be...berjanjilah pa...daku.... Alex..." ucapan Altheria tak terdengar begitu jelas karena isakan tangisnya. Lalu ia mengacungkan jari kelingking tangan kanannya.
"be..berjanjilah... su...atu saat nanti... ki..ta akan ber... temu lagi.... Alex..."
"itu pasti! aku berjanji kita akan bertemu lagi suatu hari nanti!" seru Alex sambil melingkarkan jemari kelingkingnya di kelingking Altheria.
Altheria pun mengangguk pelan. Ia berpamitan pada Alex dan kedua orangtuanya lalu masuk kedalam kereta kuda. Gorrad pun berpamitan pada mereka sebelum masuk kedalam kereta. Kereta kuda itu pun pergi berderap menuju pelabuhan kraetern hingga tak terlihat oleh pandangan Alex dan kedua orang tuanya.

Di dalam kereta kuda itu, Altheria hanya duduk terdiam tak berkata sedikit pun. Pandangannya kosong, ia merasa hampa saat menyadari Alex tak berada di dekatnya lagi. Gorrad yang duduk di depannya merasa khawatir dengan hal itu, ia pun angkat bicara.
"nona"
"hmm?" Altheria merespon Gorrad namun masih dengan pandangan yang kosong
"kumohon tersenyumlah nona, apa kau percaya kita akan bertemu Alexander lagi suatu saat nanti?"
"tentu saja!" raut mukanya berubah, ia merasa Gorrad tak perlu menanyakan itu.
"kalau kau memang begitu yakin, kenapa kau murung seperti itu? apakah kau tahu apa yang akan dikatakan oleh Alexander jika ia melihat wajahmu yang seperti itu?" Altheria terhenyak mendengarnya.
"tersenyumlah nona... aku yakin itulah yang ingin di lihat oleh Alexander"
Perlahan Altheria pun tersenyum pada Gorrad. Gorrad membalas senyuman manis itu.
"itulah senyuman yang ingin Alexander lihat nona, senyuman manis itulah yang membuatnya tergila-gila..." sindir Gorrad bergurau, ia tertawa kecil.
"ah sudah! diamlah!" wajah Altheria merona merah ia memalingkan wajahnya dari Gorrad sambil cemberut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pembaca yang baik adalah pembaca yang selalu meninggalkan komentar (^o^)