Sky Rider

Sky Rider
apa kau siap untuk berpetualang?

5 Jan 2013

Chapter 3 : Crybaby


Berlatarkan langit pagi yang cerah dan suara dari gesekan bunga-bunga dandelion dan rerumputan yang diterpa angin, di bawah pohon woodstrong yang rindang Alex dan Altheria berbaring terlentang menatap langit biru yang terhalang cabang-cabang pohon woodstrong yang ada di padang bunga kuning itu. Mereka berbaring saling bersebelahan di bawah rindangnya pohon woodstrong tempat Alex dulu biasa bersantai bersama Wallace. Sepasang burung cootlung yang hinggap dan bertengger di pohon itu berkicau merdu mengiringi kedamaian di pagi yang hangat itu. Kehadiran Altheria seakan membuat suasana ini menjadi sempurna hingga membuat Alex merasa lebih nyaman dan bahagia. Beberapa minggu terakhir ini, Alex merasakan kebahagiaan yang sudah lama tidak ia rasakan semenjak Wallace pergi. Sejak Altheria 'mencium' dahi Alex, hubungan keduanya menjadi semakin dekat, tak peduli kapan dan dimanapun keduanya selalu terlihat akrab. Altheria belajar banyak banyak hal dari Alex, mulai dari bagaimana cara menangkap serangga, menangkap burung Berflow yang sedang mendarat untuk memakan rumput, memancing flofish-flofish kecil, bahkan Alex mengajarkan Altheria untuk bermain pedang dengan menggunakan pedang kayu. Alex berharap hari-hari yang damai dan indah ini tak pernah berakhir.

"Hey...." ujar Altheria yang masih berbaring menatap langit. "kini aku mengerti kenapa kau suka menatap langit..."
"kau mengerti?" Alex menolehkan wajah ke arahnya. Tubuhnya masih berbaring nyaman terlentang dengan kedua tangan menahan bagian belakang kepalanya.
"ya, aku mengerti Alex, saat kau melihat langit.... kau merasa bahwa kau ingin kesana... terbang bebas seperti monfrey atau makhluk lainnya, merasakan setiap hembusan angin, terbang menuju kebebasan, menuju alam yang tak terbatas tanpa ada yang mengekangmu..." Altheria memejamkan mata sejenak "seperti itu kan langit yang kau lihat?" Altheria pun menolehkan wajah ke arah Alex. Ia tersenyum melihat Alex yang terbelalak mendengar kata-kata darinya. Wajah Alex tampak merona merah; tubuhnya merinding; ia merasa jantungnya berdebar sangat kencang saat mendengar Altheria bertutur persis dengan apa yang sedang ia pikirkan.
"ba...bagaimana kau bisa tahu tentang itu semua?" Alex mengucapkannya dengan berat dan agak terbata-bata.
"Aku tahu itu semua dari matamu" Altheria kembali menatap langit sejenak sebelum menatap Alex kembali.
"mataku?"
"ya, ketika kau melihat keatas, ke langit yang tampak tak terbatas, matamu mengatakan segalanya" ucap Atheria dengan senyuman manis.
Alex merasakan jantungnya berdegup semakin kencang; ia  memalingkan wajahnya, kembali menatap langit dengan wajah yang semakin merona merah.
"hey, Alex..." Altheria pun bangkit, ia duduk di sebelah Alex yang masih berbaring. Dengan wajah yang masih merona merah, Alex memandang gadis manis itu.
"aku sangat bahagia bisa bertemu denganmu" Ia tersenyum lagi ke arah Alex. Senyuman manis yang selalu membuat Alex terpana. Alex tak mampu berucap sepatah kata pun. Saat ini ia merasa menjadi orang paling bahagia di seluruh jagat Sky Realm. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam bermain di padang bunga itu. Tak terasa waktu berjalan lebih cepat jika seseorang sedang bahagia. Tak terasa matahari sudah berada pada puncaknya ketika mereka mulai merasa lelah, mereka pun beristirahat di tengah sinar matahari yang terik. Mereka kembali duduk santai di bawah rindangnya pohon woodstrong.
Saat Alex mencoba untuk membuka mulutnya yang terasa berat, tiba-tiba terdengar suara langkah-langkah kaki kuda yang berderap di kejauhan dari jalan setapak arah menuju pelabuhan Kraetern. Alex dan Altheria berdiri lalu berbalik, kemudian mereka berdua berjalan ke arah jalan setapak yang tak jauh dari pohon woodstrong. Kereta kuda beratap tertutup yang ditarik oleh dua kuda itu pun mendadak berhenti ketika berada di dekat Alex dan Altheria yang berdiri sambil melihat keheranan ke arah kereta kuda itu.
Seseorang membuka pintu dan keluar dari kereta itu. Badannya tinggi dan kekar; kepalanya botak, di wajahnya terlihat kegembiraan karena suatu hal
"no...nona Altheria.....?!?!" orang itu terkejut melihat Altheria. Ia membungkuk di depan Altheria.
"Gorrad...?!?" Altheria pun terkejut melihat pengawal pribadinya itu datang secara tiba-tiba.
"nona Altheria... kumohon pulanglah... pulanglah ke istana... raja dan ratu sangat mengkhawatirkanmu nona..." Alex terkejut mendengar kata-kata dari orang tinggi besar ini. Istana? raja? ratu? apa maksud dari semua ini? pikirnya.
"aku tahu kau bosan dengan kehidupan istana nona, keadaan negeri saat ini sedang kacau balau dengan pemberitaan hilangnya dirimu nona... raja dan ratu saat ini sedang..."
"aku tahu Gorrad... aku mengerti...." Altheria menghela nafas sejenak. "aku harus pulang, negeri ini membutuhkanku..." ia memejamkan matanya lalu menoleh ke arah Alex yang terbelalak mendengar segala sesuatu yang baru saja ia dengar.
"Altheria.... ja...jadi.... kau... pu...putri mahkota negeri ini...?" Alex berkata dengan terbata-bata. ia tak percaya gadis manis yang selama ini menemaninya ternyata seorang keturunan asli pendiri kerajaan Novaron. Ia perlahan mundur ke belakang, tubuhnya gemetar hebat; tak pernah terbesit sedikit pun di benaknya, bahwa Altheria adalah orang yang sangat penting di negeri ini. Melihat Alex yang gemetaran, Altheria berusaha untuk menenangkannya.
"Alex..." Altheria perlahan mendekati Alex yang mundur perlahan menjauhi dirinya.
"ka...kau.... putri mahkota negeri ini...?"
"Ma..maafkan aku Alex, a...aku.... tak bermaksud untuk menyembunyikan identitasku padamu.... hanya saja...." belum selesai Altheria bicara, Alex tiba-tiba berbalik dan lari menuju rumahnya dengan kepala tertunduk.
"Alex! dengarkan aku!" Altheria mengejarnya ia berlari mengikuti Alex yang tak menoleh sedikit pun.
"nona Altheria!" Gorrad pun berlari mengikuti Altheria.
Rumah terlihat sepi, George sedang bekerja di basement, sementara Rose sedang pergi ke rumah tetangga.
Sesampainya di rumah, Alex langsung naik ke lantai atas, berlarian di tangga hingga masuk ke kamarnya dan mengunci pintu kamarnya. Ia duduk, melipat lututnya di lantai dan bersandar membelakangi pintu kamar. Altheria yang berusaha mengejarnya terdiam di depan pintu kamarnya, ia pun membalikan badannya, bersandar di pintu itu, lalu terduduk membelakangi pintu seperti yang dilakukan Alex di dalam kamar, wajahnya pun tertunduk. Mereka saling membelakangi satu sama lain dengan pintu kamar Alex sebagai batas diantara mereka. Sementara Gorrad berdiri terdiam memperhatikan Altheria yang duduk dan menundukan wajahnya di kedua lututnya.
George yang sedang bekerja di basement pun menaiki tangga ke lantai atas mendengar teriakan Altheria
"apa yang terjadi disini...?" kata-kata George terhenti ketika melihat Gorrad yang juga melihat ke arahnya.
"Gorrad..."
"George..."
"ikut aku ke ruang makan kawan lama, lebih baik kita berbincang tanpa kehadiran anak-anak"
"tapi George, apa kau tidak lihat keadaan mereka sekarang? lihatlah mereka..." belum selesai Gorrad berbicara, George sudah memotongnya.
"mereka berdua bisa mengatasi semua masalah mereka, termasuk hal ini"
"kenapa kau bisa begitu yakin?"
"karena aku percaya mereka... apa kau juga percaya?"
Gorrad sekali lagi melihat Altheria yang masih duduk tertunduk.
"baiklah, mari kita berbincang dibawah"
di siang yang terik, kedua pria paruh baya itu duduk diantara meja makan kayu tua di ruang makan, mereka pun berbincang membicarakan banyak hal.
"Kepala botakmu itu dari dulu tak pernah berubah ya? hahaha... sebentar lagi Rose akan pulang dari pasar, jika kau kelaparan jangan khawatir, makan siang tak lama lagi akan tersedia, hahaha..." George tertawa kecil. Tapi Gorrad tak tersenyum sedikitpun.
"ngomong-ngomong George, apakah anak laki-laki yang sedang bermain bersama nona Altheria itu... anakmu?"
"ya, dia anakku yang kedua, anakku yang pertama sedang bekerja di Azalea" balas George dengan senyuman.
"aku tidak menyangka George Henry... seorang pandai besi legendaris, salah satu pandai besi terbaik yang pernah dimiliki oleh negeri Novaron sekarang tinggal di sebuah rumah tua di tengah-tengah desa kecil di pulau yang terpencil!" George hanya terdiam mendengar kawan lamanya yang terus mengoceh, Gorrad menghela nafas sejenak lalu melanjutkan ocehannya "George, seseorang yang hebat sepertimu seharusnya hidup dengan layak"
"aku yang sekarang mungkin hidup dengan apa yang orang-orang sebut dengan kemiskinan, tapi dibalik itu semua aku yang sekarang hidup jauh diatas kata layak, aku yang sekarang merasakan hidup bahagia..." Gorrad tercengang mendengar kata-kata itu.
"apa karena wanita itu? wanita bernama Rose itu yang membuatmu mengorbankan jabatanmu sebagai pandai besi kerajaan Novaron hingga kau kini berakhir menjadi seseorang yang hanya membetulkan perkakas pertanian?" Gorrad berkata dengan nada agak tinggi,ia mengerutkan kedua alis matanya.
"kau benar, mungkin aku hanyalah orang bodoh yang meninggalkan jabatan dan juga gelarku sebagai bangsawan negeri ini hanya karena seorang perempuan miskin yang tak memiliki apa-apa..." George tertunduk sejenak lalu kembali menatap tajam Gorrad "tapi... seperti yang kukatakan sebelumnya, kawanku... aku merasakan kebahagiaan, aku sama sekali tak kecewa ataupun menyesal... aku bahagia karenanya, aku tidak menyesali apapun, aku sangat mencintainya dan juga anak-anakku" George tersenyum pada Gorrad "kau sendiri bagaimana Gorrad? apa kau sendiri bahagia dengan meninggalkan anak dan istrimu di negeri Rabastion demi jabatanmu sebagai ketua dari pasukan elit skyrider negeri Novaron?"
"diamlah! itu bukan urusanmu! lagipula aku sudah pensiun dari jabatan itu, kini tugasku adalah mengawal dan menjaga putri mahkota, selama beberapa minggu terakhir aku mencarinya hingga ke seluruh pulau, aku mungkin akan dihukum dengan hukuman yang sangat berat jika aku kembali tanpa nona Altheria, maka dari itu aku tidak berani kembali ke istana kerajaan sebelum menemukannya"
"jadi sekarang kau bekerja sebagai pengawas anak-anak?" sindir George. Gorrad tersinggung dengan sindiran itu.
"setidaknya aku masih menjadi seorang skyrider George, tidak sepertimu..." George terdiam mendengar kata-kata itu.
"hey Gorrad, bagaimana kalau kita ke halaman belakang rumah untuk mengenang masa-masa muda kita?" ajak George sambil berusaha mengalihkan pembicaraan "aku penasaran, apakah kau masih layak disebut sebagai sang 'legenda tombak Novaron?' aku benar-benar ingin mengetahuinya"
"aku tahu apa yang kau maksud George, jika itu pertarungan melawanmu, aku tidak akan pernah bisa menolak" Gorrad tersenyum mendengar ajakan teman lamanya itu.

Kedua pria paruh baya itu lupa waktu ketika sedang berlatih tanding. Sementara di dalam rumah Alex dan Altheria masih duduk saling membelakangi dibalik pintu kamar Alex. Altheria yang sedari tadi siang meminta maaf dan membujuk Alex tak juga berhasil membuat Alex keluar kamar. Begitu juga dengan Rose yang terus berteriak memaki-maki Alex karena tidak mau keluar kamar. Ia marah pada George yang malah berlatih tanding dengan Gorrad bukannya membantu menyelesaikan masalah kedua anak itu. Altheria tak berkata apa-apa lagi, ia berdiri lalu berbalik menghadap ke arah pintu kamar, wajahnya masih tertunduk. Tiba-tiba air mata berlinang dari kedua matanya dan mengalir deras di kedua pipinya.
"A...Alex.... mma....ma....maafkan aku....." ia berkata sambil terisak. Mendengar tangisan Altheria, Alex tak kuasa untuk mendengarnya, ia pun bangkit dari duduknya, ia berdiri menghadap pintu, dan perlahan membuka pintu kamarnya. Ia terkejut melihat Altheria yang menangis di depannya. Ini pertama kalinya Alex melihat gadis itu berlinang air mata, Altheria yang biasanya tersenyum manis di setiap harinya, kini menangis tepat di hadapan wajahnya. Kenapa ia menangis hanya untuk seseorang sepertiku? pikirnya. Alex mengangkat wajah Altheria yang tertunduk dengan kedua tangannya, lalu menghapus air mata Altheria yang yang membanjiri kedua pipinya dengan jemarinya.
"Altheria..." baru saja akan bicara tiba-tiba Altheria membenamkan diri ke tubuh Alex. Ia memeluk erat Alex dengan melingkarkan kedua tangannya ke belakang tubuh Alex, wajah Altheria membenam di bahunya. Alex hanya terdiam, ia terhenyak dengan pelukan Altheria yang tiba-tiba ini. Altheria menangis sejadi-jadinya. Alex tak begitu mengerti mengapa Altheria menangis, ia lebih tidak mengerti mengapa Altheria tiba-tiba memeluknya. Ia hanya terdiam hingga salah satu tangan memeluk tubuh Altheria dan tangan yang satunya membelai dan mengelus rambut Altheria yang indah seperti dandelion itu. Alex pun memejamkan matanya dalam pelukan Altheria.

tak tahan dengan teriakan dari istrinya yang terus memaki-maki dirinya karena membiarkan Alex dan Altheria yang sedang bermasalah, akhirnya George pun berhenti berlatih tanding dengan Gorrad dan menuruti Rose untuk menenangkan Alex. George, Rose dan Gorrad pun bergegas ke lantai atas menuju kamar Alex. Namun mereka bertiga terkejut ketika yang mereka lihat adalah Alex dan Altheria yang saling berpelukan seperti tak mau dipisahkan. Alex dan Altheria bahkan tak menyadari kehadiran mereka. George menoleh kepada Gorrad dan Rose lalu berkata dengan nada yang sangat pelan pada mereka.
"sudah kubilang kan? mereka bisa mengatasi masalah mereka... aku percaya mereka..." George tersenyum melihat kedua anak itu berpelukan. Gorrad tercengang tak percaya dengan apa yang ia lihat. Ini pertama kalinya ia melihat Altheria menangis dan memeluk orang lain selain kedua orangtuanya. ia selalu melihat Altheria yang selalu tersenyum ceria didepan siapa pun. Maka dari itu para penghuni istana sangat menyayanginya. Namun apa yang ia lihat benar-benar membuatnya terkejut. Gorrad pun berpikir keras siapa gerangan bocah laki-laki yang membuat Altheria menjadi seperti ini?
"ehem..." George berdehem keras, Alex dan Altheria yang terhenyak membuka kedua mata mereka lalu dengan sigap melepaskan pelukan mereka. Wajah mereka berdua merona merah.
"ka... kami.... hanya...." Alex berkata gugup sementara Altheria masih menundukan wajahnya karena malu.
"sudahlah kalian berdua pasti lapar, ayo kita kebawah Rose akan menyiapkan makanan untuk kita semua" ajak George. Mereka berdua mengangguk pelan.

***

Langit berubah jingga pertanda hari sudah sore menjelang senja. Rose kembali keluar rumah untuk berbincang-bincang bersama ibu-ibu tetangga, George dan Gorrad duduk di teras rumah menghisap tembakau khas negeri Novaron sambil berbincang di teras rumah.
"hey Gorrad..." George membuka pembicaraan sambil mengepulkan asap pipa tembakau dari mulutnya.
"apa?"
"maksud tujuanmu kesini untuk membawa dia kembali ke istana kan?"
"iya tentu saja, memangnya apa lagi?"
"apa kau yakin kau bisa mengajak dia pulang?" George tersenyum.
"jujur... aku sendiri tidak yakin George, ia terlihat bahagia bisa berada disini" ia kembali menghisap tembakaunya lalu melanjutkan penuturannya "aku tidak tahu mengapa tapi tampaknya nona Altheria terlihat bahagia bersama anakmu itu" pandangan Gorrad menerawang ke atas.
"tapi kau harus membawanya pulang kan?"
"iya, tentu saja, itu sudah kewajibanku"
"kalau begitu bagaimana caranya?"
"aku tidak tahu..."

Ketika kedua lelaki peruh baya itu mengobrol di teras rumah, seperti biasa Alex duduk menghadap matahari terbenam di padang bunga dandelion di bawah pohon woodstrong di sebelahnya ada Altheria yang juga duduk memandangi matahari terbenam. Kepalanya bersandar di bahu Alex.
"Alex..."
"hmm???"
"apa kau ingat? pertama kali kita bertemu adalah di saat seperti ini, di tempat ini, matahari terbenam di padang bunga dandelion yang indah ini"
"iya, tentu saja aku ingat, bagaimana mungkin aku bisa melupakannya" mendengar kata-kata dari Alex itu membuat wajah Altheria merona merah. Suasana mendadak hening hingga Alex kembali membuka suara.
"aku sama sekali tak menyangka kalau kau adalah putri mahkota kerajaan, maafkan aku Altheria, tadi aku sempat terkejut akan hal itu, seorang anak miskin sepertiku bisa bersama dengan seseorang yang sangat penting bagi negeri ini adalah hal yang menurutku aneh" Alex terdiam sejenak "tapi... setelah kau memeluku aku tersadar..." Altheria mengangkat kepalanya yang sedari tadi bersandar di bahu Alex, ia menoleh dan menatap tajam Alex "aku tersadar, tak peduli siapapun dirimu kau tetaplah kau Altheria, seseorang yang membuatku bahagia" Alex mengalihkan pandangannya dari matahari yang terbenam. Ia menoleh ke arah Altheria dan tersenyum ke arahnya. Wajah Altheria semakin memerah lalu ia menundukan wajahnya lagi.
"Alex... maafkan aku... aku harus...." kata-kata Altheria begitu pelan hingga Alex hampir tak bisa mendengarnya.
"aku tahu Altheria, aku mengerti" Ia kembali memandangi langit sore "kau harus pulang kan? kau adalah orang yang sangat penting bagi negeri ini, keadaan akan semakin buruk jika yang mulia raja dan ratu kehilangan dirimu, akan menjadi masalah yang besar bagi negeri ini jika kau tidak segera kembali ke istana"
"ta... tapi Alex..." ucapannya terbata-bata dengan wajah yang masih tertunduk.
"Altheria..." sambil tersenyum Alex mengelus dan membelai rambut Altheria "pulanglah ke istana, pulanglah ke rumahmu, orangtuamu pasti mengkhawatirkanmu" Altheria tak menjawab sepatah kata pun, ia hanya membenamkan wajahnya di bahu Alex, air matanya perlahan mengalir sementara salah satu tangan Alex  masih membelai rambut Altheria.

***

keesokan paginya, sebuah kereta kuda yang kemarin mengantar Gorrad ke tempat ini sudah bersiap di jalan setapak di depan rumah. Gorrad sudah berdiri di depan pintu kereta itu dan membuka pintu tersebut untuk Altheria.
"apa kau sudah siap nona?" tanya Gorrad sambil membuka pintu kereta. Altheria hanya menjawabnya dengan anggukan pelan lalu ia mengankat wajahnya menatap Gorrad tajam.
"bisakah kau tunggu beberapa saat lagi Gorrad?"
"tentu saja nona, aku mengerti maksudmu, hampirilah dia sebelum kita pergi" kata Gorrad sambil tersenyum. Altheria pun ikut tersenyum lalu ia berbalik dan berlari-lari kecil ke arah Alex dan kedua orang tuanya yang sedang berdiri di muka rumah. Ketika Alex sudah berada di hadapannya, kedua tangan mereka saling berpegangan dengan erat. Mereka berdua dan juga kedua orang tua Alex ikut tersenyum.
"hati-hatilah, jaga dirimu Altheria... suatu saat kau akan jadi putri yang hebat..." ucap Rose ramah.
"kami akan merindukanmu Altheria..." ucap George.
"Altheria..."
"Alex..." mereka berdua berkata di waktu yang hampir bersamaan. Wajah mereka lalu tertunduk karena malu.
"kau duluan Altheria..." Altheria pun mengangguk pelan.
"Alex... selamat tinggal..." ia mengangkat wajahnya, tersenyum sambil menatap tajam mata Alex.
"kau bodoh" jawab Alex yang juga tersenyum. Altheria terhenyak mendengarnya, kedua alis matanya mengerut.
"apa maksudmu?!?" Altheria melepaskan genggaman tangannya, ia cemberut.
"tidak ada kata selamat tinggal untuk kita... yang ada adalah kata 'sampai jumpa'..." Alex mengelus rambut kuning itu lagi. Altheria menundukan kembali wajahnya, lagi-lagi air mata perlahan keluar dari kedua matanya. kedua tangannya berusaha mengusapnya
"kau anak yang cengeng..." Alex tertawa kecil sambil membantu mengusap air mata Altheria.
"be...berjanjilah pa...daku.... Alex..." ucapan Altheria tak terdengar begitu jelas karena isakan tangisnya. Lalu ia mengacungkan jari kelingking tangan kanannya.
"be..berjanjilah... su...atu saat nanti... ki..ta akan ber... temu lagi.... Alex..."
"itu pasti! aku berjanji kita akan bertemu lagi suatu hari nanti!" seru Alex sambil melingkarkan jemari kelingkingnya di kelingking Altheria.
Altheria pun mengangguk pelan. Ia berpamitan pada Alex dan kedua orangtuanya lalu masuk kedalam kereta kuda. Gorrad pun berpamitan pada mereka sebelum masuk kedalam kereta. Kereta kuda itu pun pergi berderap menuju pelabuhan kraetern hingga tak terlihat oleh pandangan Alex dan kedua orang tuanya.

Di dalam kereta kuda itu, Altheria hanya duduk terdiam tak berkata sedikit pun. Pandangannya kosong, ia merasa hampa saat menyadari Alex tak berada di dekatnya lagi. Gorrad yang duduk di depannya merasa khawatir dengan hal itu, ia pun angkat bicara.
"nona"
"hmm?" Altheria merespon Gorrad namun masih dengan pandangan yang kosong
"kumohon tersenyumlah nona, apa kau percaya kita akan bertemu Alexander lagi suatu saat nanti?"
"tentu saja!" raut mukanya berubah, ia merasa Gorrad tak perlu menanyakan itu.
"kalau kau memang begitu yakin, kenapa kau murung seperti itu? apakah kau tahu apa yang akan dikatakan oleh Alexander jika ia melihat wajahmu yang seperti itu?" Altheria terhenyak mendengarnya.
"tersenyumlah nona... aku yakin itulah yang ingin di lihat oleh Alexander"
Perlahan Altheria pun tersenyum pada Gorrad. Gorrad membalas senyuman manis itu.
"itulah senyuman yang ingin Alexander lihat nona, senyuman manis itulah yang membuatnya tergila-gila..." sindir Gorrad bergurau, ia tertawa kecil.
"ah sudah! diamlah!" wajah Altheria merona merah ia memalingkan wajahnya dari Gorrad sambil cemberut.

31 Des 2012

Chapter 2 : Gadis Dandelion

2038 tahun langit

Alex menerima surat dari kota Azalea beberapa hari yang lalu dari Jock, satu-satunya tukang pos di pulau Dandelia. Meski sudah berumur 10 tahun; Alex belum bisa membaca; orangtuanya tidak memiliki biaya untuk menyekolahkannya di sekolah lokal, jadi ayahnya membacakan surat itu untuknya. Seperti yang mereka duga dan mereka harapkan, surat itu berasal dari Wallace yang menceritakan bahwa ia sudah diterima di pelatihan prajurit pemula di kerajaan Novaron, sekarang ia sedang berlatih untuk menjadi seorang ksatria ahli pedang. Kabar itu disambut gembira oleh Alex dan kedua orang tuanya.
Tak terasa sudah tiga tahun berlalu sejak ia ditinggal kakaknya...

***

Padang bunga Dandelion, pulau Dandelia, kerajaan Novaron.

Di suatu senja, kala langit berwarna jingga, dibawah sebatang pohon woodstrong yang rindang, diantara kumpulan bunga-bunga dandelion muda yang berwarna kuning cerah Alex duduk sendirian, ia merenung. Sudah tiga tahun yang lalu sejak terakhir kali ia bertemu kakaknya; semenjak terakhir kali ia berlatih tanding pedang kayu bersama kakaknya; semenjak ia berbaring di padang bunga ini dengan kakaknya. Belakangan ini, Alex terlihat lebih murung dari sebelumnya. Hari-hari yang ia lewati selama tiga tahun belakangan terasa hampa tanpa kehadiran kakaknya yang sangat ia kagumi itu. Sambil berbaring santai di padang bunga, ia terus memegangi dan menatap scarf merah pemberian dari kakaknya tiga tahun yang lalu sambil berkata dalam hati kapan aku bisa mengembalikan ini pada kakak? ia bilang aku bisa mengembalikannya saat sudah menjadi skyrider yang hebat? bahkan melihat monfrey saja, aku tidak pernah...
Saat ia sedang asyik bersantai, Alex yang sedang berbaring terlentang menatap langit sore terkejut ketika tiba-tiba ada seorang anak perempuan manis yang terlihat seumuran dengannya menatap wajahnya dengan serius dari arah belakang. Alex pun spontan duduk dan mengamati gadis itu. Alex belum pernah melihat gadis kecil itu. Gadis itu terlihat manis dengan rambut kuningnya yang pendek yang warnanya sangat mirip dengan warna bunga dandelion muda yang baru mekar; matanya begitu biru kemilau seperti batu safir yang indah dan ia memakai gaun berwarna coklat muda yang membuatnya terlihat anggun. Alex kebingungan dengan kemunculan anak perempuan ini yang datang secara tiba-tiba. Perlahan, Alex bergerak mundur hingga punggungnya menyentuh batang pohon woodstrong. Anak perempuan itu hanya tersenyum, ia duduk di sebelah Alex dan berkata penasaran.
"hai, apa yang sedang kau lakukan?" tanya gadis kecil itu yang mendekati Alex dengan perlahan.
"a...aku...ha...hanya..... menatap langit..." jawab Alex gugup, berusaha menjauh, tapi pohon woodstrong menghalangi pergerakan punggungnya. gadis ini aneh pikirnya.
"menatap langit? kau aneh" ucap perempuan itu polos.
"aneh? kurasa kau yang aneh, datang tiba-tiba mengagetkanku, aku bahkan tidak tau siapa kau, kau bukan anak dari daerah ini kan?"
"hahaha... iya, bagaimana kau tau?" gadis itu tertawa kecil.
"tentu saja aku tahu, dandelia adalah pulau yang sangat kecil dan aku sudah kenal dengan seluruh anak-anak seusiaku di pulau ini, maka dari itu aku tahu pasti, kau bukan berasal dari sini. Kau berasal dari mana?"
"hmm... aku... berasal dari kota Azalea" jawabnya yang tiba-tiba berubah nada menjadi gugup.
"Azalea? ibukota?" tiba-tiba Alex bersemangat mendengar nama kota itu. "kudengar disana terdapat banyak gedung besar dan kudengar disana ada istana kerajaan Utopia yang sangat besar, dan..." tiba-tiba gadis itu menutup mulut Alex dengan tangan kanannya. Lalu ia menjawab "ya, semua yang kau katakan memang benar, Azalea yang begini, Azalea yang begitu..." belum selesai gadis itu berbicara, kata-katanya itu terpotong oleh Alex.
"lalu apa yang dilakukan anak kota sepertimu di pulau desa pulau kecil kami ini sendirian?" tanya Alex penasaran.
hening sejenak, hingga gadis kecil itu membuka mulutnya kembali.
"bunga ini..." jawab gadis itu.
"bunga ini?" Alex terheran.
"kudengar dari ayahku bahwa di desa dandelia ini terdapat padang bunga dandelion yang sangat indah, aku jadi penasaran dan ingin melihatnya, aku senang sekali bisa ada disini dan melihat padang bunga kuning yang indah ini secara langsung dengan mata ku sendiri" mata gadis kecil itu berkaca-kaca saat ia menatap jauh ke arah barat padang bunga dandelion yang terbentang dibawah indahnya langit sore.
"ya, padang bunga ini memang indah, tempat ini adalah yang tempat paling aku sukai" Alex pun mengikuti pandangan gadis kecil itu. Ia menatap jauh ke arah padang bunga yang disinari matahari yang akan terbenam.
"hey..." ujar gadis itu tiba-tiba mengalihkan pandangannya dari pemandangan matahari terbenam yang indah itu. Alex pun menoleh kerahnya. Gadis manis itu menatap tajam mata Alex yang membalas pandangannya.
"ap..apa...?" entah mengapa tiba-tiba Alex merasa gugup.
Suasana hening sejenak, wajah gadis itu tertunduk dan tak menjawab pertanyaan dari Alex. Alex yang masih merasa agak gugup pun berusaha mencari-cari pembicaraan, perbuatan, ataupun alasan agar suasana menjadi tidak semakin kaku.
"matahari sudah tenggelam, hari mulai gelap, aku akan pulang ke rumah... sebaiknya kau juga kembali ke tempat orang tuamu" Alex bangkit dari tempat ia duduk. Namun ketika ia berbalik hendak menuju rumahnya, tangan kanan Alex di tahan dan digenggam erat-erat oleh tangan kanan dari gadis itu. Alex sedikit terhenyak ketika tangannya di tahan dan ditarik secara tiba-tiba oleh gadis itu. Dilihatnya gadis itu masih terduduk menghadap barat dengan kepala yang masih tertunduk.
"ma...maaf... a...aku.... harus pulang... or...orang tua ku.... pasti sedang menungguku sekarang..." kata-kata Alex terpotong oleh permintaan gadis itu.
"bo..bolehkah.... aku... ikut denganmu? malam ini saja... ku... kumohon... aku sedang tidak ingin pulang sekarang...." wajahnya terangkat; matanya berkaca-kaca memandang dalam-dalam ke arah mata Alex. Alex merasa sangat iba melihat permohonan dari gadis itu. Ia merasa tidak tega melihat pandangan yang memelas darinya; rasanya tidak benar jika ia meninggalkannya di tempat ini sendirian di bawah langit malam.
"tentu saja... kau boleh tinggal di rumahku sampai kapan pun kau mau" balas Alex dengan wajah yang ramah. Gadis itu pun berdiri, kemudian ia tersenyum manis yang membuat Alex terpaku untuk sesaat; tangan kanannya masih menggenggam erat tangan Alex.
"terima kasih banyak kau baik sekali tuan....?" tanyanya malu.
"Alexander Henry, panggil saja aku Alex, dan jangan sebut aku tuan, aku sama sekali tidak layak dipanggil dengan sebutan itu, hehehe..." kata Alex cengengesan sambil menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya. "o...iya, kau sendiri? siapa namamu nona?" tanya Alex.
"Namaku Altheria Vol...." tiba-tiba saja ia terdiam sejenak, lalu kembali melanjutkan "i...iya... Altheria saja..." jawabnya gugup, ia mengangkat wajahnya dan menatap Alex dalam-dalam "salam kenal Alex" Gadis itu kembali tersenyum. Mereka beridiri saling berhadapan kedua tangan mereka saling menggenggam.
"sebaiknya kita pulang ke rumahku sekarang juga sebelum langit semakin gelap" ajak Alex.
"iya, baiklah..."
Mereka berdua berlari-lari kecil menuju rumah Alex yang sederhana.

Alex langsung membuka pintu rumahnya yang terlihat akan roboh itu. Ia masuk ke dalam rumah diikuti Altheria tepat dibelakangnya.
"aku pulang..." teriak Alex yang terdengar ceria.
"dari mana saja kau nak?" tanya George yang sedang menyiapkan mangkuk dan sendok di atas meja kayu tua yang sudah lapuk di ruang makan rumah itu.
"ayah, ibu, aku membawa seorang teman baru!"
"siapa dia nak?" tanya George dan Rose disaat hampir bersamaan. Mereka berdua terpana melihat seorang gadis anggun dengan busana bak bangsawan.
"duduklah Alex, dan kau juga gadis cantik..." sapa George yang mengajak mereka duduk di meja makan. Altheria mengangguk pelan malu-malu. Ia berjalan perlahan menuju meja makan mengikuti langkah-langkah Alex, Altheria pun duduk di sebelahnya.
"siapa namamu gadis kecil?" tanya George dengan senyuman hangat dan dalam sikap yang amat ramah.
"namaku... Altheria tuan George..." wajahnya tertunduk; tangan kanannya memain-mainkan sendok dan mangkuk. Ia telah mengetahui nama orang tua Alex saat ia bertanya padanya sebelum masuk rumah.
Altheria? apakah mungkin Altheria 'yang itu?' pikir George. Rose yang juga mendengar gadis itu menyebutkan namanya terhenti sejenak saat mengaduk-ngadukan sup jagung yang akan ia hidangkan.
"ngomong-ngomong Altheria, kau berasal dari mana? di mana orangtua & rumahmu?" Altheria terkejut mendengar serangkaian pertanyaan dari George, ia tak menyangka di desa yang terpencil ini ada seseorang yang tampaknya mengetahui identitas dirinya. Namun Altheria berusaha untuk tenang dan tidak terlihat panik di depan keluarga itu. Gadis itu pun mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk memperkenalkan dirinya sendiri.
"aku berasal dari pulau utama Novaron, tepatnya di kota Azalea aku pun tinggal bersama kedua orangtua ku disana..." ia terdiam sejenak, "tetapi saat ini, aku hanya ingin pergi menjauh dulu dari mereka untuk sementara waktu"
kepalanya menunduk menatap mangkuk kosong yang ada di hadapannya. Suasana mendadak hening, hingga akhirnya Rose mencairkan suasana.
"kalian semua lapar kan?" tanya Rose dengan senyuman ramahnya. Ia menuangkan sup jagung yang masih panas itu ke empat mangkuk yang ada di atas meja.
"terima kasih nyonya Rose..." Altheria mangangkat wajahnya dan membalas Rose dengan senyuman manis. Setelah Rose membagikan sup jagung itu ke seluruh mangkuk yang tersedia, ia pun ikut duduk di meja makan tersebut bersama mereka, ia duduk di sebelah George; di depannya Altheria sedang memainkan sendok saat menatap sup itu tajam hingga mengerutkan alisnya. Melihat Altheria yang terlihat ragu untuk memakan sup jagung itu, Alex pun menoleh padanya.
"Altheria, makanlah... masakan ibuku sangat enak! kau pasti akan suka!" Altheria pun menoleh pada Alex yang melanjutkan santapan makan malamnya. Ia kembali menatap sup yang ada dihadapannya lalu ia pun mulai mencoba mencicipi sup itu sedikit. Alex dan keluarganya terdiam sejenak melihat Altheria yang mulai mencoba sup itu. Mereka semua penasaran dengan reaksi Altheria yang terlihat baru pertama kali melihat hidangan sesederhana ini selama hidupnya.
"ini..." Altheria berkata pelan, hampir tak terdengar; ia kembali tertunduk "ini sangat enak nyonya Rose! aku menyukainya!" serunya sambil melanjutkan makan malamnya dengan lahap. Semua orang tampak gembira saat makan malam itu. Mereka berempat berbincang-bincang dengan riang di sepanjang makan malam...

malam sudah semakin larut, Alex sudah tertidur di kamarnya, begitu pula dengan Altheria yang juga telah terlelap di kamar yang dulu ditempati oleh Wallace. Sementara George dan Rose masih terjaga di ranjang mereka dimana lentera masih menyala di kamar itu; mereka saling berbaring saling berhadapan.
"George, nama gadis itu adalah Altheria... apakah mungkin dia..."
"ya Rose, ternyata kau menyadarinya juga..." potong George sambil nyengir "tidak diragukan lagi dia adalah sang putri mahkota Altheria Volhane, putri dari raja kerajaan kita; Rosario Volhane" ia menghela nafas sejenak "Rambut berwarna kuning dandelion itu sangat mirip dengan rambut ibunya Marriette, dan juga matanya yang biru seperti batu safir yang kemilau mengingatkanku akan mata dari keturuhan asli Volhane, terakhir kali kulihat mata itu lebih dari 20 tahun yang lalu, saat terakhir kali aku melihat sang raja Novaron; raja dari negeri dimana kita tinggal sekarang."

"hey, Alex bangun! lihat, matahari sudah tinggi!" dengan semangat, Altheria menggoyang-goyangkan tubuh Alex yang masih tertidur pulas di tempat tidurnya. Alex tak sedikit pun membuka matanya, ia hanya bergeser sedikit di tempat tidurnya.
"bangun kau, dasar pemalas!" gadis kecil itu menarik selimut Alex dengan paksa namun ia hanya menggigil sejenak dan masih tetap melanjutkan tidurnya. Perlahan Altheria mendekati kepala Alex yang masih tertidur pulas itu. Altheria menatap wajah Alex dalam-dalam, wajahnya berada tepat beberapa senti didepan Alex, entah kenapa jantung Altheria tiba-tiba berdegup lebih kencang, kemudian tanpa ia sadari, salah satu tangannya mengelus dan membelai wajah Alex. Alex membuka matanya lebar-lebar, ia terkejut melihat seorang gadis tepat dihadapan wajahnya.
"aahhh!" mereka berdua berteriak bersamaan. Altheria yang sama kagetnya terjatuh ke belakang hingga badannya menyentuh lantai. Dengan cepat, Alex bangkit dari tidurnya, ia membantu Altheria yang terjatuh.
"maafkan aku yang sudah mengagetkanmu, kau tidak apa-apa Altheria?" tanya Alex yang khawatir sambil memegangi Altheria untuk membantu dia berdiri.
"a...aku... tidak apa-apa kok..." jawab Altheria yang masih shock.
"anak-anak...! cepat turun ke bawah, saatnya sarapan...!" teriak Rose yang sudah menyiapkan hidangan sarapan untuk empat orang.
"baik! kami akan segera kesana bu!" sahut Alex. "ayo Altheria!" seru Alex sambil berlarian, ia menggandeng tangan Altheria manuju ruang makan. Mereka pun menyantap sarapan pagi mereka sambil berbincang dan bercanda bersama.

Setelah bersantap sarapan pagi bersama kedua orangtuanya dan juga Atheria, Alex kembali berlatih pedang kayu di depan rumahnya; diantara rerumputan yang terhampar setelah tiga tahun tidak melakukannya. Kini ia berlatih bersama George sementara Altheria duduk di serambi rumah menonton latihan pedang kayu Ayah dan anak itu yang bertarung beberapa meter di depannya. Ditemani sinar matahari hangat yang menyinari hingga ke dalam rumah melalui jendela-jendela di rumah kecil itu, diiringi kicauan burung-burung cootlung yang bernyanyi dengan riang. Alex terlihat kaku ketika ia bertahan dari serangan-serangan yang dilancarkan ayahnya. Ia terlihat sangat kewalahan menghadapi setiap serangan dari ayahnya.
"kau payah nak! aku tidak menyangka selama tiga tahun kau tidak berlatih, kau bisa jadi sepayah ini!"teriak ayahnya dengan nada mengejek.
Alex menggeram, ia terlihat kesal namun ia berusaha untuk tidak mempedulikan ejekan ayahnya itu. Ia terus melakukan serangan membabi buta ke arah George yang dapat dengan mudah is tangkis. Altheria mulai terlihat khawatir saat melihat keadaan Alex yang semakin terdesak menghadapi George, Altheria menarik napas yang dalam lalu berteriak untuk menyemangati Alex.
"Alex! jangan menyerah!" teriaknya. Spontan Alex pun menoleh dan menatap ke arahnya, ia terdiam sesaat dan tidak menyadari George yang sedang mengayunkan pedang kayunya ke arah kepala Alex.
"Alex! awas!" teriak Altheria. Alex pun kembali melihat ke depan ia terkejut ketika pedang kayu milik George sudah tepat beberapa sentimeter diatas kepalanya. Ia berusaha untuk menangkis serangan itu namun ia terlambat. Pedang kayu itu pun tepat menghantam kepala Alex hingga ia terjatuh di antara rerumputan. Altheria yang khawatir berlarian menghampiri Alex yang terjatuh. Melihat anaknya yang terjatuh sambil memegangi kepalanya yang kesakitan, George hanya diam dan menarik nafas berat dan panjang.
"kau payah Alex, seharusnya kau serius saat berlatih, seharusnya kau berkonsentrasi saat bertanding, tak peduli kapanpun, dimanapun, atau siapapun yang kau lawan. Jangan biarkan emosi, pemikiran, perasaan, ataupun ego menguasai dirimu, kelemahanmu adalah kau belum bisa menguasai dirimu sendiri......" George memejamkan matanya, ia kembali menarik nafas panjang lalu kembali masuk ke dalam rumah tanpa sepatah kata pun.
"kau tidak apa-apa?" tanya Altheria yang duduk berlutut di dekat tubuh Alex yang masih terbaring. Terdengar nada kekhawatiran di setiap katanya.
"aku tidak apa-apa, hehe... ayahku memang terkadang keras saat mengajari sesuatu padaku" jawab Alex tersenyum. Ia berusaha untuk tidak terlihat lemah di depan Altheria. Ia pun mencoba untuk bangkit dan duduk di samping Altheria. Sambil meraba-raba bagian kepalanya yang sebelumnya dihantam oleh pedang-pedangan kayu.
"aw!" teriaknya ketika tangannya tak sengaja menyentuh bagian dahi kepalanya.
"biar kulihat dulu kepalamu Alex" Altheria yang masih khawatir mencoba untuh menyentuh bagian dahi yang memang terlihat memar.
"aw! jangan sentuh!" teriak Alex bernada tinggi. Lengannya spontan menangkis tangan Altheria yang meraba dahinya. Altheria pun menundukan wajahnya, ia merasa bersalah.
"ma...ma..afkan aku Alex..." ia menunduk memalingkan wajahnya dari Alex.
"hey...." sekarang Alex yang merasa bersalah. "Altheria..."gadis itu masih terdiam. Salah satu tangan Alex perlahan membelai rambut pendek Altheria yang berwarna kuning seperti bunga dandelion itu.
"Altheria maafkan aku yang telah berteriak hingga mengejutkanmu..." bujuk Alex lembut. Altheria pun mengangkat wajahnya dan menoleh ke arah Alex.
"ha...harusnya a...aku yang meminta maaf..... aku tidak tau bahwa memar di kepalamu begitu sakit..." di wajahnya tersirat bahwa ia masih merasa berasalah.
"jangan khawatir sekarang sudah tak terlalu sakit kok, hehehe..." balasnya dengan sedikit tawa. Namun Alex terkejut ketika sedang tertawa, tiba-tiba Altheria mengangkat wajahnya dan mengecup lembut dahi Alex yang memar. Untuk beberapa saat, Alex merasa waktu dan segala sesuatu yang ada di sekelilingnya terhenti seketika. Wajahnya merona merah; matanya terbelalak; mulutnya sedikit menganga; suara dan nafasnya terasa berat ketika ia rasakan bibir kecil itu mendarat di permukaan kulit dahinya. Ajaib! ia tak merasakan sakit sama sekali ketika kecupan itu mendarat di dahinya.

***

Kehadiran Altheria di keluarga miskin itu membuat hari-hari keluarga Henry menjadi lebih berwarna. George dan Rose yang sudah mengetahui siapa Altheria sebenarnya memilih untuk diam dan tidak memberitahu Alex karena mereka takut akan merubah kebahagiaan yang sedang Alex rasakan saat ini. Mereka berdua melihat Alex yang sekarang terlihat bahagia berkat kehadiran sang putri yang secara misterius muncul di desa kecil ini. Memang benar sejak kehadiran Altheria, Alex yang semula selalu terlihat murung dan menyendiri semenjak ditinggal Wallace yang pergi merantau ke ibukota, kini terlihat lebih ceria seperti dulu saat ia bersama kakaknya itu. Kegiatan sehari-hari yang biasa ia lewatkan sendiri tanpa kehadiran Wallace kini terasa lebih bahagia berkat kehadiran Altheria. Tak terasa sudah lebih dari sebulan sejak Altheria tinggal di rumah itu. Sudah seminggu terakhir berita tersebar yang menggemparkan seluruh negeri Novaron tentang hilangnya putri kerajaan itu. Sang raja, Rosario tak henti-hentinya menenangkan permaisurinya, ratu Marriette yang menangis hampir setiap hari semenjak mendengar kabar putri satu-satunya menghilang secara tiba-tiba.

***

Altheria tak pernah mengungkapkan identitas diri yang sebenarnya pada keluarga itu karena ia takut jika mereka mengetahuinya, mereka akan langsung memulangkannya ke istana kerajaan. Ya, Altheria sedang tidak ingin pulang ke istana, ia ingin berada di tempat yang bebas, jauh dari kekakuan, kemegahan, dan kemewahan yang membosankan di istana kerajaan yang terletak di Ibukota. Ia tidak ingin terus-terusan tinggal di dalam istana dimana sikap, tingkah laku, dan segala sesuatu yang ia lakukan harus sesuai dengan aturan dan etika kerajaan. hal itu membuat Altheria merasa tertekan, ia merasa menjadi seorang putri di suatu kerajaan adalah sesuatu yang berat baginya, maka dari itu ia merencanakan sebuah "kunjungan" ke pulau dandelia dengan alasan ia ingin melihat padang bunga dandelion yang terkenal sangat indah. Ia memelas kepada ayahnya bahwa ia ingin berkunjung kesana. Meskipun awalnya sang raja, Rosario tidak menyetujui permintaan putrinya itu dengan alasan ia khawatir jika nanti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada putri semata wayangnya itu, tapi pada akhirnya ia terpaksa mengalah dan menyetujui permintaan Altheria setelah melihat wajah putrinya itu berlinang air mata, Rosario menyetujuinya dengan syarat ia harus terus berada didalam pengawasan Gorrad; pengawal pribadinya. Altheria pun senang mendengar penyetujuan dari ayahnya meski ia sedikit kesal karena Gorrad harus terus mengawasinya. Akhirnya Altheria pun pergi ke pulau dandelia dengan ditemani Gorrad sang pengawal pribadinya. airship tersebut berlayar selama lebih dari satu minggu menuju pulau dandelia. Pada saat airship kerajaan yang ia tumpangi berlabuh di pelabuhan kraetern, Altheria langsung masuk ke dalam kerumunan orang-orang yang berdesakan untuk melarikan diri dari pengawasan Gorrad. Tubuh Gorrad yang tinggi besar dan kekar membuatnya kesulitan bergerak diantara kerumunan itu sehingga ia tidak bisa mengejar Altheria yang berada di antara kerumunan orang-orang itu, Gorrad pun kehilangan jejak Altheria. Altheria yang merasa sudah tidak diikuti lagi oleh Gorrad langsung menaiki kereta kuda umum yang ada di jalan setapak dekat gerbang masuk pelabuhan. Kereta kuda itu pun langsung pergi ke padang bunga dandelion sesuai dengan permintaannya. Setelah ia tiba di padang dandelion, ia memberikan beberapa keping emas Realmis yang membuat sang kusir terlonjak kegirangan sebelum ia turun dari kereta itu. Saat ia turun dari kereta kuda itu, ia melihat seorang anak laki-laki berambut kecoklatan yang seumuran dengannya sedang berbaring santai di bawah salah satu pohon di antara hamparan dandelion.

Chapter 1 : Kakak...

Alexander Henry yang biasa dipanggil Alex lahir pada 2028 tahun langit. Ia adalah anak kedua dari George Henry, seorang pandai besi miskin yang sehari-harinya membuat dan memperbaiki peralatan pertanian, perkebunan, dan peternakan milik para penduduk desa. Ibunya, Rose Henry hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Bersama Wallace Henry, anak pertama mereka, keluarga itu tinggal di sebuah rumah kecil yang usang di pulau dandelia, sebuah pulau kecil di bagian paling selatan kerajaan Novaron. Meski begitu, mereka amat bahagia dengan kehidupan mereka.

dibalik usianya yang masih 7 tahun, Alex adalah seorang anak dengan cita-cita yang amat besar. sejak mendengar kisah-kisah dari ayahnya, ia ingin sekali suatu saat bisa menjadi seorang skyrider hebat yang mampu mengubah & menyelamatkan dunia. Selain bermain di padang bunga dandelion bersama teman-teman sebayanya, Alex senang berlatih tanding dengan pedang kayu bersama kakak laki-lakinya, Wallace. Ayahnya pernah berkata bahwa jika ingin menjadi skyrider yang hebat, ia harus bisa menjadi seorang petarung yang tangguh. Meskipun sebenarnya... Alex tidak pernah sekalipun melihat monfrey dalam hidupnya.

sumber gambar : deviantart.com
2035 tahun langit
Padang bunga Dandelion, pulau Dandelia, Kerajaan Novaron.

Selain bermain pedang kayu, Alex bersama kakaknya senang bersantai dan berjemur di padang bunga dandelion di samping rumahnya di pagi hari bermandikan sinar mentari pagi yang hangat. Seperti di pagi yang damai ini, kumpulan bunga berwarna kuning cerah yang indah itu menemani mereka yang sedang berbaring memejamkan mata, menikmati indahnya suasana padang bunga di pagi itu. Rambut mereka yang kecoklatan berbaur dengan bunga-bunga dandelion saat Alex dan Wallace berbaring di bawah pohon woodstrong yang besar dan rindang yang tertanam kokoh diantara padang bunga yang indah itu. Ditemani oleh suara dari hembusan angin lembut yang membuat bunga-bunga itu bergerak-gerak nampak bahagia yang membelai hingga permukaan kulit mereka berdua, wewangian khas dandelion yang sedap menusuk hidung mereka. Diiringi kicauan dari burung-burung kecil seperti burung Cootlung yang memiliki kicauan yang sangat indah, burung Berflow yang senang memakan rumput-rumput liar sekitar padang bunga itu, dan burung-burung kecil lainnya. Selain bersantai dan berjemur, Alex dan Wallace juga suka bermain di tempat itu.

"kakak..." ucap Alex, setelah ia membuka matanya dan duduk di sebelah kakaknya yang masih terbaring santai.
"hmm?" Wallace pun membuka matanya, ia duduk di samping adiknya itu.
"aku bahagia saat menghabiskan waktu bersamamu kak, bermain bersama, bersantai bersama, berlatih tanding pedang kayu bersama, aku sangat menikmatinya, aku sangat bersyukur memiliki kakak yang sangat baik sepertimu"
Wallace hanya menjawab pernyataan adiknya itu dengan senyuman yang ramah.

Alex sangat senang melewati hari-hari yang indah bersama kakaknya yang telah ia jalani selama ia hidup. Hingga pada suatu malam saat makan malam keluarga...

matahari sudah terbenam beberapa saat yang lalu, seperti biasa di rumah kecil yang sudah tua itu keluarga Henry makan malam bersama ditemanii oleh sinar dari tungku perapian dan sebuah lentera yang menggantung di atas meja makan. Di meja makan kayu tua yang sudah rapuh itu, mereka berempat makan malam bersama sambil berbincang.
"ayah... ibu..." Wallace berkata gugup sambil menyantap sup kaldu hidangan makan malamnya.
"iya nak?" jawab kedua orangtuanya di saat yang hampir bersamaaan.
Wallace mencoba mengumpulkan segala keberanian yang ia punya untuk mengatakan sesuatu pada kedua orang tuanya "aku.. aku sudah cukup besar, umurku sudah 17 tahun sekarang" ia mengatakannya dengan gugup.
"apa yang sebenarnya ingin kau utarakan nak? ayo ucapkan saja" jawab ayahnya mencoba mencairkan suasana.
"aku sudah besar dan tidak ingin menjadi beban bagi kalian berdua, aku ingin bekerja sendiri, aku akan mencari pekerjaan di Ibukota, di kota Azalea." Wallace mengatakannya dengan terbata-bata.
Semuanya terkejut, tiba-tiba Alex yang sedang menyantap makanan dengan lahap berhenti menyantap makanannya dan terdiam.
"apa kau yakin akan hal ini nak? apa kau sudah siap?" tanya ibunya yang terdengar khawatir.
"aku sudah siap untuk hal itu bu" jawab Wallace mantap.
"berkata memang lebih mudah daripada melakukannya nak, memangnya apa yang akan kau lakukan di kota besar seperti ibukota Azalea?"
"mungkin aku akan mendaftarkan diri menjadi prajurit disana, kudengar upah bagi seorang prajurit sekarang lumayan besar"
"apa prajurit?!?" ibunya kaget mendengar hal itu. "kau belum siap nak! George, jangan diam saja, katakan sesuatu!"
hening sejenak. Kemudian ayahnya angkat bicara "baiklah, kalau itu memang maumu, asal kau jangan menyesali apapun keputusanmu nanti"
"George! kurasa dia masih belum siap untuk merantau!" Rose protes kepada suaminya.
"yang memutuskan Wallace siap atau tidak bukanlah kita Rose, tapi Wallace sendiri."
"terserahlah...!" Rose meninggalkan ruang makan.
tiba-tiba Alex yang belum menghabiskan sup kaldunya berlari menuju kamarnya tanpa sepatah kata pun.
"Alex!" George berusaha memanggil anak keduanya itu.
"biar aku saja yang menangani Alex ayah, akulah yang harusnya bertanggung jawab dalam hal ini, akulah yang harus menenangkannya."

Alex tertelungkup di tempat tidur membenamkan wajahnya ke bantal di ranjang tidurnya, ia menangis sedih. Sesaat kemudian Wallace masuk ke kamarnya dengan membuka pintu kamarnya yang gelap dengan perlahan.
"hei Alex..." sapa Wallace lembut sambil duduk di samping Alex di tempat tidur.
Alex tak menjawab dan masih terus menangis di bantal.
"Alex, ayolah lihatlah aku!" ucap Wallace sambil mengusap kepala Alex.
"Alex, kau laki-laki kan!" Wallace setengah membentak.
Alex pun mengangkat wajahnya dan duduk di samping Wallace namun masih terisak.
Sambil merangkul adiknya, Wallace pun berkata "kau bilang suatu saat kau akan menjadi Skyrider kan?"
"te...tentu... saja... ka..." jawab Alex masih terisak.
"aku percaya itu Alex, tanpa diriku pun kau bisa berlatih dengan caramu untuk bisa menjadi skyrider suatu hari nanti." Wallace menatap adiknya dalam-dalam.
"ingatlah Alex, seorang lelaki tidak boleh menangis seperti ini." Wallace mengusap air mata adiknya. Alex pun mulai berhenti menangis.
"aku percaya suatu saat kau akan menemukan monto yang akan menjadi temanmu, dan kau akan menjadi skyrider yang hebat Alex."
"aku akan pergi ke kota Azalea besok, tapi bukan berarti kita akan berpisah selamanya kan?" Wallace tersenyum hangat pada adiknya. Ia menghapus air mata Alex yang membasahi pipi adiknya itu dengan jemari tangannya. Alex pun berhenti menangis dan memeluk erat kakaknya.
"ku percayakan ayah dan ibu padamu Alex, aku percaya kau bisa melindungi mereka"
"baiklah kak,..... terima kasih sudah percaya padaku" jawab Alex mantap.

*** 

Keesokan harinya, Wallace beserta kedua orangtua dan adiknya berangkat ke pelabuhan kraetern dengan menaiki gerobak yang ditarik oleh seekor kerbau yang besar. Siang itu di pelabuhan kraetern, cahaya matahari yang terik menemani keluarga kecil yang beranggotakan 4 orang itu. kala itu, hanya terlihat enam airship yang sedang berlabuh dan beberapa airboat kecil yang ditambatkan dengan rantai besi ketika awan bergulung-gulung disekitar pinggiran pelabuhan dan beriak-riak. Sebelum naik ke airship yang akan berangkat menuju kota Azalea tersebut, Rose dan George berkeliling pelabuhan untuk membeli beberapa perlengkapan dan perbekalan yang dibutuhkan Wallace selama perjalanan jauh ke timur menuju ibukota. Sementara Wallace menemani Alex yang ingin berkeliling di sekitar pinggiran pelabuhan. Mereka duduk di salah satu bangku di pelabuhan menghadap ke langit luas yang dipenuhi dengan awan-awan cummulus, terkadang gerombolan ikan flofish dan beberapa burung putih penjelajah, jourwing terlihat terbang bermigrasi ke arah barat dengan bergerombol. Wallace ingin menyampaikan sesuatu kepada adik tercintanya.
"Alex... aku ingin kau memiliki ini" Wallace mengikatkan scarf berwarna merah kesayangannya ke leher Alex. Sebelum Alex sempat berkata, Wallace berucap sambil tersenyum.
"ini untukmu Alex, ini adalah bukti kepercayaanku padamu, aku ingin kau menjaganya, jika suatu saat kau ingin mengembalikan scarf ini, kau harus menjadi skyrider yang hebat."
"terima kasih, kakak... aku pasti akan mengembalikannya suatu hari nanti"
"ingatlah Alex, seorang lelaki harus menepati janjinya"Alex pun tersenyum, a memeluk erat Wallace.
 Tak lama, ayah dan ibu mereka datang menghampiri mereka.
"Wallace! airshipnya akan segera berangkat!" seru ibunya sambil tergesa-gesa memberikan perbekalan yang telah ia tambatkan oleh sebuah kain.
"cepat nak!" ayahnya memberikan beberapa keping koin Realmis untuk anaknya.
Wallace memeluk kedua orang tuanya dan berkata lirih
"terima kasih untuk segalanya ayah...ibu..." kedua orangtuanya hanya tersenyum sambil menitikan air mata. Lalu ia berjongkok didepan adiknya yang juga tengah menitikan air mata. Ia mengacak-acak rambut adiknya tersebut sambil tersenyum. Wallace pun berpamitan dan langsung berlari menuju airship yang akan ia tumpangi. Dengan dua buah propeller yang masing-masing dipasang disisi kanan dan kiri kapal, Airship kayu yang besar itu pun pergi berlayar puluhan mil ke arah timur, menuju ibukota Azalea.

29 Des 2012

Prologue : Sky Realm

1108 tahun Bumi
"Pada zaman dahulu kala, hanya ada satu daratan di Bumi, tempat dimana istana-istana berdiri dengan kokoh yang dibangun oleh batu-batu hitam yang amat kuat. Daratan yang amat luas dimana pohon-pohon pinus dan oak membentuk hutan-hutan yang rimbun diantara gunung-gunung yang tinggi menjulang hingga ke langit. Jurang yang amat dalam, tebing yang curam dan lembah indah yang dihiasi oleh cahaya dari jamur yang berwarna-warni diiringi oleh suara air terjun yang beriak-riak. Di bumi yang indah itu, terdapat 7 kerajaan besar berdiri dengan kokoh. Salah satunya adalah kerajaan besar Unterion yang amat makmur berada di tengah-tengah bumi yang indah itu. Mereka dipimpin oleh raja Alexander yang sangat bijaksana. Para penduduk di kerajaan itu hidup dengan makmur dan tentram. Mereka merasakan kedamaian dimana semua orang hidup dengan bahagia. Sinar mentari yang cerah selalu menghiasi kerajaan besar nan makmur ini. Hingga semuanya berubah ketika suatu hari, langit biru yang cerah ditutupi oleh awan-awan mendung yang bergulung-gulung secara tiba-tiba, angin kencang berhawa dingin yang dapat menusuk tulang siapapun yang berada di kerajaan itu. Dengan cepatnya, langit berubah menjadi gelap. Salah satu dari 7 kerajaan tersebut yakni, kerajaan kegelapan Zaphelon yang amat tirani, menginvasi kerajaan terbesar di bumi, kerajaan Unterion secara tiba-tiba agar bisa memperluas wilayah kekuasaan kerajaan mereka di muka bumi. Dipimpin oleh sang raja yang diktator bernama raja Murzogh, kerajaan Zaphelon menginvasi kerajaan Unterion dengan armada yang amat besar hingga mencapai lebih dari 40.000 prajurit. Pasukan kerajaan Zaphelon sebagian besar adalah segerombolan makhluk bernama loru yang sangat menjijikan. Seperti manusia, mereka berjalan dengan dua kaki dan menggunakan kedua tangannya untuk menggenggam sesuatu. Hanya saja tubuhnya berwarna abu-abu memiliki postur tubuh yang kekar dengan tinggi 2 kali lebih tinggi daripada manusia, hidung yang besar, telinga yang panjang, kepala tak berambut, memiliki gigi seperti manusia tapi tidak rata dan yang paling mengerikan dari penampilannya adalah adalah matanya yang berwarna merah, mata yang haus akan pembunuhan, mata yang tak akan segan-segan untuk membunuh siapapun. Dengan kapak yang menjadi senjata andalan, mereka dilahirkan untuk membunuh. Sungguh mengerikan melihat makhluk seperti itu datang dengan armada yang amat besar. Perang besar pun tak terelakan, suara desingan pedang, kapak dan tombak saling bersahutan. Pasukan kerajaan Unterion yang hanya diisi oleh prajurit manusia biasa, dibantai habis-habisan oleh pasukan loru kerajaan Zaphelon yang tak memiliki hati, membunuh setiap manusia yang ada di depannya, tak peduli apakah itu prajurit, para wanita, ataupun anak-anak kecil. Satu demi satu kota-kota besar maupun kecil dan pedesaan di Kerajaan Unterion jatuh ke tangan Kerajaan Zaphelon. Kerajaan Unterion kewalahan menghadapi serangan besar ini. terlalu banyak korban berjatuhan. kematian dan darah dimana-mana. Perang besar ini berlangsung selama lebih dari 20 tahun. masa-masa ini menjadi masa paling kelam sepanjang sejarah kerajaan Unterion"

1130 tahun bumi
Hutan-hutan pinus dan pohon oak di kerajaan Unterion yang dulu berderet menjadi hutan-hutan yang rimbun, kini telah tiada. yang ada hanyalah rumput-rumput hitam kering yang menjadi saksi bisu kekejaman Murzogh. Pasukan Murzogh telah menebang semuanya untuk dijadikan senjata, menara, dan perlengkapan perang lainnya. Perang besar ini telah mengubah segalanya yang ada di kerajaan Unterion, kerajaan yang tadinya damai, tentram dan makmur kini berubah menjadi kerajaan yang diselimuti oleh kegelapan dan diliputi oleh duka cita, tangisan, kesedihan, dan keputusasaan. Sekarang hanya ada satu kota yang tersisa di kerajaan Unterion, kota terbesar di kerajaan itu, Ibukota Mazemux, tempat istana kerajaan berdiri tegak dan didalamnya terdapat banyak sekali rumah penduduk, kedai-kedai, penginapan, dan pertokoan dalam jumlah yang sangat banyak. Walaupun kota itu dilindungi oleh benteng yang amat kokoh dengan tinggi yang menjulang hingga belasan meter, jika keadaaan tidak berubah, cepat atau lambat kota Mazemux ini akan diserang kerajaan Zaphelon dan jika mereka berhasil melakukannya, itu berarti seluruh kerajaan Unterion telah jatuh ke tangan kerajaan Zaphelon. Tak tahan dengan keadaan ini, sang raja Unterion, Alexander mengambil sebuah tindakan untuk mengakhiri peperangan yang berkepanjangan ini. Ia memutuskan terjun langsung ke pertempuran ini dengan menyatakan ingin berduel langsung 1 lawan 1 dengan raja Murzogh dari kerajaan Zaphelon. Jika Alexander yang menang, maka kerajaan Zaphelon harus menghentikan peperangan dan meninggalkan kerajaan Unterion. Jika Murzogh yang menang, maka Unterion akan menyerahkan diri di bawah kekuasaan kerajaan Zaphelon. Raja Murzogh pun menerima tantangan tersebut dengan satu syarat, tidak boleh ada militer yang menonton duel mereka. Alexander pun menyetujuinya. Duel tersebut dilaksanakan di Lapangan yang luas di luar benteng kota Mazemux. Raja Alexander menggunakan pedang legendarisnya yang ia namai excalibur, sedangkan raja Murzogh menggunakan pedang berwarna ungu tua yang ia berinama deathsoul. Duel itu disaksikan oleh kerumunan penduduk dari kota Mazemux. Duel itu berjalan sangat sengit, keduanya tampak sama kuat, Pedang mereka saling beradu satu sama lain, sulit untuk memprediksi siapa yang akan memenangkan duel ini hingga akhirnya Alexander hampir memenangkan duel ini ketika pedangnya berhasil membuat pedang Murzogh terjatuh. Namun raja Murzogh yang licik tak kehabisan akal, dia sudah mempersiapkan seorang necromancer (penyihir gelap) yang memiliki kekuatan sihir kegelapan di antara kerumunan orang yang menonton untuk membunuh Alexander, necromancer itu pun mengucapkan mantra yang membuat Alexander tiba-tiba terkena serangan jantung. Namun sesaat sebelum kematiannya, Alexander berlutut dengan susah payah sambil menancapkan pedang excaliburnya yang legendaris ke dalam tanah dengan kuat dan berteriak keras 'kau tidak akan pernah bisa menaklukan negeri Unterion!' tiba-tiba tanah disekitarnya bergerak-gerak, orang-orang berteriak panik tak karuan. Seluruh bumi mengalami gempa yang luar biasa dahsyat, dengan cepat seluruh daratan menjadi retak hingga terbelah-belah saling terpisah. Gravitasi bumi berubah drastis hingga membuat daratan-daratan itu terapung ke langit. Alexander pun mati setelah menancapkan pedangnya sementara Kuro pergi menyelamatkan diri dengan cara terbang bersama necromacer kepercayaannya. Berakhirlah tahun Bumi dan dimulailah tahun langit, terciptalah dunia baru bernama Sky Realm"


sumber gambar : fantasy-wallpapers.com
"Sky Realm adalah dunia langit dimana langit menjadi tempat berpijak bagi daratan-daratan yang terpisah seperti kepulauan. Seluruh daratan mengapung dan saling terpisah satu sama lain membentuk pulau-pulau yang memiliki beragam ukuran. Ada pulau yang sangat besar hingga di dalamnya berdiri kota-kota yang amat besar bahkan membentuk sebuah kerajaan, ada pula pulau-pulau kecil yang hanya menjadi desa-desa kecil. Bahkan beberapa diantara pulau kecil itu ada yang tidak berpenghuni. Orang-orang di dunia sangat bergantung pada perubahan arah angin dan cuaca yang terjadi. Karena jika cuaca ekstrim tiba, mereka tidak dapat bepergian dengan airboat (perahu layar terbang) atau airship (kapal layar terbang) untuk bekerja, berkelana atau pun melakukan aktivitas lainnya. Sky Realm adalah dunia dimana hewan-hewan besar dan aneh menguasai langit. Hewan-hewan tersebut dulunya hanyalah hewan biasa, namun sejak peristiwa terciptanya sky realm, hewan-hewan tersebut beradaptasi menjadi monster-monster yang aneh dengan kemampuan dapat terbang dan ukuran yang beragam"

sumber gambar : daich.net


"Sky Realm adalah tempat bagi 7 kerajaan langit yang sangat besar (yang sebelumnya merupakan kerajaan bumi) dimana disetiap kerajaan tersebut terdapat banyak kota besar maupun pedesaan yang makmur.

- Kerajaan Novaron, adalah kerajaan terbesar kedua di Sky Realm setelah kerajaan Unterion. Terkenal dengan keindahan kerajaannya yang dipenuhi dengan taman bunga dan juga kedamaian yang amat tentram. Kerajaan ini memiliki empat musim karena iklimnya yang subtropis. Penduduknya semuanya adalah manusia, meskipun terkadang ada turis makhluk-makhluk aneh dari kerajaan lain. Dengan iklim yang mendukung, penduduk kerajaan ini sebagian besar bermata pencaharian sebagai pembudidaya dan penjual bunga. Ibukotanya adalah kota Azalea. Kerajaan ini terletak di sebelah timur hingga sebagian kecil wilayah tenggara Sky Realm.

- Kerajaan Unterion, adalah kerajaan terbesar di Sky Realm, memiliki lebih banyak kota-kota besar dibandingkan dengan kerajaan lainnya. Penduduk kerajaan ini yang paling beragam diantara kerajaan lainnya, bukan hanya manusia, tapi ada juga bangsa treecora, gregos, dan hobbit. Meskipun kerajaan ini pernah mengalami masa-masa yang sangat kelam di masa lalu, namum kerajaan Unterion ini mampu bangkit kembali bahkan kini menjadi sangat maju di bidang perindustrian, pusat dari perekonomian dunia Sky Realm. Ibukotanya adalah kota Mazemux. Kerajaan ini terletak di tengah-tengah Sky Realm.

- Kerajaan Eruton, kerajaan dengan kota dan desa paling sedikit di banding kerajaan lainnya. Hanya ada satu kota besar disini, yaitu ibukota Keyani. Sekitar 70% wilayah di kerajaan ini adalah hutan-hutan hujan pedalaman, rawa-rawa, sungai, lembah, gua dan gunung yang jarang terjamah orang. Ada rumor yang mengatakan bahwa di hutan-hutan pedalaman kerajaan Eruton terdapat banyak sekali monster-monster aneh, unik, bahkan beberapa diantaranya memiliki reputasi yang menyeramkan seperti rumor tentang monster pemakan manusia. Mayoritas penduduknya adalah bangsa treecora dan beberapa dari bangsa gregos. Kerajaan ini terletak di timur Sky Realm

- Kerajaan Blizzon, kerajaan salju ini terletak di paling utara Sky Realm. Kerajaan ini memiliki suhu yang paling dingin diantara kerajaan lainnya di Sky Realm. Beberapa desa bahkan tertutupi oleh es. Negeri ini hanya memiliki satu musim, yakni musim dingin. Namun negeri ini kaya akan kristal seperti : permata, berlian, safir, dan lain-lain. Para penduduk di kerajaan ini mengandalkan tangkapan dari langit seperti : flofish atau skysquid untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari dan untuk bertahan hidup. Para penduduk di kerajaan ini memakai pakaian yang amat tebal untuk melindungi tubuh mereka dari suhu dingin yang harus dihadapi mereka di setiap harinya. Mayoritas penduduknya adalah bangsa manusia dan gape, sejenis makhluk kera yang memiliki postur tubuh sangat mirip dengan manusia namun memiliki bulu-bulu berwarna putih di sekitar tubuhnya. Ibukotanya adalah Polarsta.

- Kerajaan Rabastion, terkenal dengan sebutan negeri padang pasir. Hal dikarenakan kita akan menemui pasir dimana-mana. Mayoritas penduduknya adalah manusia dengan penduduk minoritas dari bangsa hobbit. Suhu di kerajaan ini sangatlah panas, tak heran para penduduk di negeri ini memiliki kulit coklat kehitaman. Namun, manusia dari negeri ini memiliki postur tubuh yang lebih tinggi dan lebih besar dibandingkan manusia biasa. Walaupun terkadang air sangat jarang ditemukan di kerajaan ini, para penduduk Rabastion mampu bertahan hidup dengan sumber daya alam yang tersedia. Mereka memiliki kemampuan bertahan hidup yang luar biasa. Namun, walaupun memiliki suhu yang sangat ekstrim, negeri ini kaya akan tambang minyak bumi, logam, dan mineral. Kerajaan ini terletak di barat daya Sky Realm.  Ibukota negeri ini bernama kota Qollaria.

- Kerajaan Brixton, kerajaan dengan kekuatan militer yang amat kuat. Dikabarkan, kerajaan ini memiliki prajurit jutaan orang. Brixton kini dipimpin oleh seorang diktator yang amat disegani, ia adalah Laksamana Lugotorix yang terkenal dengan sikap tangan besinya saat memimpin negara. Dia membuat aturan negara yang amat ketat demi keamanan dan kedisiplinan negaranya. Namun, peraturan di negeri itu terkenal sangat ketat bahkan sadis. Hukuman mati bagi yang melanggar aturan negara bahkan bisa disaksikan oleh orang-orang hampir setiap hari. Kerajaan ini hampir seluruh wilayahnya adalah kota-kota besar perindustrian. terletak di sebelah barat Sky Realm. Mayoritas penduduknya adalah manusia dengan minoritas bangsa gregos. Ibukota kerajaannya adalah Baraka.

- Kerajaan Zaphelon adalah kerajaan yang paling misterius diantara kerajaan lainnya. tak banyak informasi yang diketahui tentang kerajaan ini. Negeri kegelapan ini tidak pernah menjalin hubungan dengan negeri lainnya. Di buku sejarah Sky Realm dituliskan bahwa pasukan yang menyerang kerajaan Unterion dulu, seluruhnya terdiri dari loru, gothic dan greatbods. Ini menjadi pertanda mungkin mayoritas penduduk kerajaan Zaphelon adalah loru, gothic dan greatbods. Terletak jauh di bagian selatan Sky Realm."


"di dunia Sky Realm ini terdapat orang-orang dengan kemampuan memelihara & mengendarai monfrey (makhluk-makhluk terbang yang unik dengan kemampuan yang beragam) beberapa diantara mereka bahkan tidak membutuhkan air boat untuk berpindah dari satu pulau ke pulau yang lain. Monfrey bisa berwujud apa saja, elang, serangga, pegasus, chimera atau bahkan hewan legendaris seperti naga dan phoenix. Mereka menggunakan Monfrey untuk berbagai tujuan. Namun satu hal yang pasti, mereka disebut....
skyrider...."

"para skyrider bukanlah orang-orang yang biasa, mereka adalah para pengembara dengan naluri dan jiwa petualang sejati. Bahkan skyriders terdahulu adalah orang-orang yang membangun Sky Realm. Mereka adalah orang-orang yang sangat istimewa. Mereka adalah pasukan khusus, para ksatria dari tiap kerajaan. Mereka adalah manusia yang terpilih, mereka bisa mengubah dunia, tapi mereka juga bisa menghancurkannya."

"lalu apa yang terjadi ayah?"
"yang selanjutnya terjadi adalah kau harus tidur nak" ucap seorang ayah kepada putranya yang masih berusia 7 tahun.
"ayolah... ayah kumohon..." anaknya masih memohon sambil berbaring di ranjang tempat tidurnya.
"tidak...tidak...tidak... kau harus tidur sekarang, Alexander" Ayahnya menggeleng.
"baiklah..." balas Alexander itu cemberut. "hei ayah..." ucap anak itu sesaat sebelum ayahnya pergi dari kamarnya.
"apa nak?" jawab ayahnya menoleh.
"selamat malam ayah, terima kasih sudah memberiku nama dari seorang raja yang hebat"
"sama-sama nak, selamat malam..." jawab ayahnya sambil tersenyum
"hei ayah," seru Alexander lagi.
"apa lagi nak?"
"apakah suatu hari nanti aku bisa menjadi seorang skyrider?"
ayahnya hanya menjawab dengan senyuman hangat sambil mematikan sebuah lentera di kamar tidur itu dan meninggalkan kamar Alex.